Pekanbaru +++ Kejaksaan Tinggi Riau akhirnya menindaklanjuti laporan penyimpangan pembangunan Masjid Raya Pekanbaru. Sebab selama ini pihak-pihak yang terlibat seakan merasa 'kebal' dan takkan terpanggil. Sejumlah saksi telah dimintai keterangannya untuk mengumpulkan bukti-bukti tindak pidana terkait penghancuran cagar budaya tersebut.
"Laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Masjid Raya, sudah kami tindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan," ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Sugeng Riyanta, Jumat lalu (9/6/2017).
Menurut Sugeng, jaksa penyelidik melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket). Semua bahan yang didapat akan ditelaah untuk menentukan apakah kasus bisa ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan.
Sayangnya, Sugeng enggan untuk menyebutkan siapa saja pihak berkompeten yang sudah dipanggil. "Ada beberapa pihak yang sudah kami undang untuk wawancara, namun kami tidak bisa menyebut detailnya," katanya.
Pemanggilan saksi sudah dilakukan jaksa penyelidik sejak Selasa (6/6/2017). Diantaranya sejumlah pengurus Masjid Raya Pekanbaru, periode sebelumnya ketika masjid direvitalisasi.
Selain itu, pengurus Masjid Raya Senapelan baru juga dipanggil ke Kejati. Tetapi mereka tidak datang dan mereka sudah mengirim surat balasan kalau mereka selaku pengurus baru tidak tahu duduk persoalannya.
Dugaan korupsi itu dilaporkan pemerhati cagar budaya Riau ke Kejati Riau, akhir Mei lalu. Diduga ada penyimpangan anggaran yang dialokasikan untuk revitalisasi Masjid Raya Pekanbaru.
Berdasarkan laporan ke Kejati, anggaran itu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 hingga 2011. Jumlah anggarannya sekitar Rp.46 miliar lebih.
Sebagaimana diketahui,Masjid Raya Pekanbaru dibangun pada abad ke-18 tepatnya tahun 1762 sehingga merupakan mesjid tertua di Pekanbaru dan merupakan peninggalan Kerajaan Melayu Siak Sriindrapura. Mesjid yang terletak di Jalan Senapelan Kecamatan Senapelan ini memiliki arsitektur tradisional.
Mesjid yang juga merupakan bukti pernah bertahtanya Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sebagai Sultan Siak ke-4 dan diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak ke-5.
Di sebelah kanan masjid kini masih terdapat makam para Sultan, Panglima, dan keluarga besarnya. Kawasan makam raja ini bagian dari cagar budaya yang dilindungi UU.
Sebenarnya, Masjid Raya juga bagian dari kesatuan cagar budaya itu sendiri. Kini, bangunan utama masjid telah dirobohkan dan dihancurkan. Banyak masyarakat kecewa karena bentuk masjid yang sekarang tak lagi merupakan bangunan sedia kala. (Pr/dil/beye)