PEMBANGKIT TENAGA NUKLIRPengembangan energi nuklir bukan lagi menjadi wacana namun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, energi nuklir masuk ke dalam kelompok energi yang dapat dikembangkan. Selanjutnya dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, energi nuklir masuk ke dalam jenis energi alternatif yang akan digunakan untuk pembangkit tenaga listrik (PLTN). Langkah pemerintah juga semakin mantap dengan memasukkan energi nuklir sebagai salah satu komponen di dalam Agenda Riset Nasional (ARN) 2005-2009.
Walaupun akan beroperasi pada 2016, rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), menuai berbagai penolakan dari berbagai elemen. Kekhawatiran mereka terutama diakibatkan oleh nama nuklir yang sudah telanjur negatif. Maklum saja, sejak Perang Dingin yang lalu, negara adikuasa, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, selalu menggunakan istilah senjata nuklir sebagai ikon negara adikuasa tersebut untuk berlomba-lomba menguasai dunia. Belum lagi kejadian yang lebih nyata, yaitu terjadinya kebocoran reaktor nuklir pada 26 April 1986 di PLTN Chernobyl yang terletak di Pripyat, Ukraina. Dengan adanya peristiwa tersebut, tak mengherankan jika berbagai kalangan semakin mengenal betapa dahsyatnya efek penghancuran yang ada pada nuklir yang tentu saja membuat citra nuklir sebagai bahan perusak lebih populer dibanding manfaat nuklir untuk kehidupan umat manusia.
Sebenarnya tidak hanya nuklir. Hampir semua material yang tersedia di bumi ini, jika tidak ditangani secara profesional dan proporsional, jelas akan menjadi ancaman bagi manusia. Sudah sewajarnyalah bangsa ini memandang dan memperlakukan nuklir secara proporsional dan juga melihat nuklir sebagai sebuah material yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Walaupun benak sebagian kalangan bangsa ini melihat nuklir sebagai sebuah senjata mengerikan, secara positif bagi kehidupan manusia sebenarnya nuklir dapat menjadi sumber energi alternatif seperti halnya matahari, angin, air, minyak, batu bara, gas alam, dan panas bumi. Selain itu, nuklir mempunyai manfaat dalam bidang kesehatan, industri, dan penelitian. Bagi negeri ini, aspek yang menjadi pertimbangan pemanfaatan energi nuklir adalah ketersediaan bahan baku, kestabilan pasokan energi, pengaruh terhadap lingkungan, dan faktor ekonomis.
Sebuah reaksi nuklir adalah sebuah proses di mana dua nuklei atau partikel nuklir bertubrukan, untuk memproduksi hasil yang berbeda dari produk awal. Pada prinsipnya sebuah reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan, tetapi kejadian tersebut sangat jarang. Bila partikel-partikel tersebut bertabrakan dan berpisah tanpa berubah (kecuali mungkin dalam level energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi.
Dikenal dua reaksi nuklir, yaitu reaksi fusi nuklir dan reaksi fisi nuklir. Reaksi fusi nuklir adalah reaksi peleburan dua atau lebih inti atom menjadi atom baru dan menghasilkan energi, juga dikenal sebagai reaksi yang bersih. Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya, dan menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta radiasi elektromagnetik. Reaksi fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang sagat berbahaya bagi manusia.
Contoh reaksi fusi nuklir adalah reaksi yang terjadi di hampir semua inti bintang di alam semesta. Senjata bom hidrogen juga memanfaatkan prinsip reaksi fusi tak terkendali. Contoh reaksi fisi adalah ledakan senjata nuklir dan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Unsur yang sering digunakan dalam reaksi fisi nuklir adalah Plutonium dan Uranium (terutama Plutonium-239, Uranium-235), sedangkan dalam reaksi fusi nuklir adalah Lithium dan Hidrogen (terutama Lithium-6, Deuterium, Tritium).
Prinsip kerja PLTN, pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik konvensional, yaitu : air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik. Perbedaannya pada pembangkit listrik konvensional bahan bakar untuk menghasilkan panas menggunakan bahan bakar fosil seperti : batu bara, minyak dan gas. Dampak dari pembakaran bahan bakar fosil ini, akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (S02) dan nitrogen oksida, serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan teremisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang biasa menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global. Sedangkan pada PLTN panas yang akan digunakan untuk menghasilkan uap yang sama, dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam reaktor nuklir. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disalurkan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel sperti C02, S02, juga tidak mengeluarkan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena itu PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN, adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakaran kimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara. Besar energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein : E = m.c2, dengan m : massa bahan (kg) dan c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energi nuklir berasal dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas.
Densitas energi nuklir sangat tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan batu bara ataupun minyak bumi. Sebagai ilustrasi, dalam 1 kg uranium dapat menghasilkan energi listrik sebesar 50.000 kWh bahkan dengan proses lebih lanjut dapat mencapai 3.500.000 kWh. Sementara 1 kg batu bara dan 1 kg minyak bumi hanya dapat menghasilkan energi sebesar 3 kWh dan 4 kWh.
Pada sebuah pembangkit listrik non-nuklir berkapasitas 1000 MWe diperlukan 2.600.000 ton batu bara atau 2,000,000 ton minyak bumi sebagai bahan bakarnya. Sementara pada pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas listrik yang sama hanya memerlukan 30 ton uranium dengan teras reaktor 10 m3, sebagai bahan bakarnya. Saat ini, kontribusi energi nuklir terhadap pasokan kebutuhan energi primer dunia sekitar 6% dan pasokan kebutuhan energi listrik global sekitar 17%.
Bayangan akan Bom Atom dan kecelakaan radiasi nuklir sudah selayaknya dibuang jauh-jauh dan dijadikan sebuah pelajaran berharga dalam penggunaan energi nuklir, tidak lagi dijadikan momok yang dapat menghambat pemanfaatan energi nuklir sebagai alternatif pasokan kebutuhan energi listrik dunia.
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi pembelahan inti (nuklir) atau dikenal dengan reaksi fisi berantai yang terkendali. Bagian utama dari reaktor nuklir yaitu: elemen bakar, perisai, moderator dan elemen kendali. Reaksi fisi berantai terjadi apabila inti dari suatu unsur dapat belah (Uranium-235, Uranium-233) bereaksi dengan neutron termal/lambat yang akan menghasilkan unsur-unsur lain dengan cepat serta menimbulkan energi panas dan neutron-neutron baru. Reaktor nuklir berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reaktor penelitian dan reaktor daya.
Pada reaktor penelitian, yang diutamakan adalah pemanfaatan radiasi neutron yang dihasilkan dari reaksi nuklir untuk keperluan berbagai penelitian dan produksi radioisotop. Sedangkan panas yang dihasilkan dirancang sekecil mungkin, sehingga dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor dilakukan dengan sistem pendingin yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor dibawa ke sistem pendingin primer kemudian dilewatkan melalui alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sistem pendingin sekunder. Perlu diketahui bahwa pada alat penukar panas sistem pendingin primer dan sstem pendingin sekunder tidak terjadi kontak langsung antara uap/air yang mengandung radiasi dengan air pendingin yang dibuang ke lingkungan.
Pada raktor daya yang dimanfaatkan adalah uap panas bersuhu dan bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh reaksi fisi untuk memutar turbin, sedangkan neutron yang dihasilkan sebagian diserap dengan elemen kendali dan sebagian lagi diubah menjadi neutron lambat untuk berlangsungnya reaksi berantai. Reaksi fisi berantai hanya terjadi apabila neutron termal/lambat mampu menembak Uranium-235 yang lainnya hingga terjadilah reaksi berantai secara terus menerus. Cara mengubah neutron yang berkecepatan tinggi menjadi neutron berkecepatan rendah (neutron lambat) adalah dengan menumbukkannya pada inti atom hidrogen dalam air. Jadi air di dalam kolam reaktor ini berfungsi sebagai pemerlambat (moderator), sebagai pendingin dan juga sebagai perisai radiasi. Beberapa bahan yang pada umumnya dipergunakan sebagai bahan pendingin reaktor nuklir adalah air (H2O), Air Berat, dan Grafit.
Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedang kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW. Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
• Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam bentuk panas yang sangat besar.
• Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air pendingin, bisa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe reaktor nuklir yang digunakan.
• Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi gerak (kinetik). Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator sehingga dihasilkan arus listrik.
Pada umumnya, pembangkitan energi nuklir yang ada saat ini memanfaatkan reaksi inti antara neutron dengan isotop uranium-235 (235U) atau menggunakan isotop plutonium-239 (239Pu). Hanya neutron dengan energi berkisar 0,025 eV atau sebanding dengan neutron berkecepatan 2200 m/s akan memiliki probabilitas yang sangat besar untuk bereaksi fisi dengan 235U atau dengan 239Pu.
Neutron merupakan produk fisi yang memiliki energi dalam kisaran 2 MeV. Agar neutron tersebut dapat beraksi fisi dengan uranium ataupun plutonium diperlukan suatu media untuk menurunkan energi neutron ke kisaran 0,025 eV, media ini dinamakan moderator. Neutron yang melewati moderator akan mendisipasikan energi yang dimilikinya kepada moderator, setelah neutron berinteraksi dengan atom-atom moderator, energi neutron akan berkisar pada 0,025 eV.
Untuk mengendalikan atau mengatur reaksi berantai dalam reaktor nuklir digunakan bahan yang dapat menyerap neutron misalnya Boron dan Cadmium, yang bertujuan untuk mengatur kerapatan neutron. Dengan mengatur kerapatan neutron ini dapat ditentukan tingkat daya raktor nuklir, bahkan reaksi dapat dihentikan sama sekali (tingkat daya mencapai titik 0) pada saat semua neutron terserap oleh bahan penyerap. Perangkat pengatur kerapatan neutron pada reaktor nuklir ini disebut elemen kendali. Jika elemen kendali disisipkan penuh diantara elemen bakar, maka elemen kendali akan menyerap neutron secara maksimum sehingga reaksi berantai akan dihentikan dan daya serap batang kendali akan berkurang bila batang kendali ditarik menjauhi elemen bakar
Analisis komprehensif mengenai emisi gas rumah kaca dari berbagai pembangkitan listrik, menunjukkan bahwa PLTN merupakan teknologi yang paling kecil melepaskan karbon, mengemisikan 25 g CO2 per kWh dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang mengemisikan 250 - 1250 g per kWh dari seluruh daur pembangkitan listrik. Dengan asumsi PLTN yang beroperasi mensubtitusi instalasi pembangit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil, maka PLTN tersebut dapat mereduksi emisi CO2 dari sektor listrik sebesar 17 % dari yang seharusnya 60 %.
Dengan memperhatikan beban lingkungan lainnya, PLTN tidak merelease gas ataupun partikulat oksida asam yang dapat menimbulkan hujan asam, urban smog dan penipisan lapisan ozon. Namun dalam pengoperasian PLTN dan daur-ulang bahan bakar nuklir, sejumlah kecil zat radioaktif terlepaskan ke lingkungan melalui cerobong. Emisi zat radioaktif ke lingkungan tidak boleh melampaui dosis radiasi pembatas (dose Constraint) yang ditetapkan secara internasional yaitu sebesar 0,3 mSv per tahun untuk anggota masyarakat.
Penerimaan dosis radiasi oleh anggota masyarakat dari industri nuklir telah dikaji oleh United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR). Berdasarkan laporan tahun 1994, hasil pengkajian menunjukan bahwa dosis efektif kolektif terhadap populasi dunia untuk 50 tahun pengoperasian PLTN, fasilitas daur-ulang bahan bakar nuklir dan penambangan uranium adalah 2 juta orang¬-Sievert (Sv). Sementara penerimaan dosis radiasi alam oleh penduduk dunia mencapai 650 juta orang-Sievert. Penerimaan dosis radiasi dari paparan latar (background) ini 325 kali lebih tinggi dari yang ditimbulkan dari PLTN yang beroperasi di dunia saat ini. Bila diasumsikan tidak ada reduksi emisi radioaktif dari industri nuklir per kWh dan penerimaan dosis oleh anggota masyarakat tidak melampaui dosis yang diterima dari alam, kapasitas listrik yang dapat dibangkitkan dari PLTN lebih dari 750,000 TWh.
Limbah radioaktif padat yang ditimbulkan dari pengoperasian PLTN dan fasilitas olah-ulang bahan baker nuklir mencapai 500 m3 limbah aktivitas rendah dan menengah, serta beberapa puluh m3 limbah aktivitas tinggi, untuk reaktor yang dioperasikan pada 1 siklus bahan bakar per GWe-tahun. Volume limbah yang ditimbulkan ini jauh lebih kecil dari limbah yang ditimbulkan pembangkitan listrik dengan bahan bakar batu-bara untuk kapasitas produksi listrik yang sama. Sementara dalam limbah abu batu-bara terjadi pemekatan radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive Material, NORM), dimana dampak radiologik dari zat radioaktif ini juga perlu diperhitungkan.
Salah satu bahaya nuklir adalah kebocoran reaktor yang salah satunya bersumber dari kesalahan manusia (human error). Untuk menghindari hal ini, maka tentu saja hal terpenting yang harus disiapkan adalah penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengoperasikan peralatan berteknologi nuklir. Penyiapan SDM merupakan kunci utama keberhasilan pengembangan energi nuklir.
Sementara saat ini, SDM Indonesia dianggap belum cukup memadai untuk melakukan hal tersebut. Yang kedua soal kemampuan teknologi, teknologi pembangkit listrik nuklir Indonesia saat ini sudah ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara lain. Tercatat saat ini, Amerika Serikat sudah mengembangkan 100 fasilitas nuklir, Korea 20 buah dan Jepang 40 buah. .
Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Dengan teknologi yang memadai pula, dampak kejadian yang tidak diinginkan bisa diminimalisasi. Jika teknologi PLTN belum dikuasai Indonesia, selain mengkhawatirkan masalah dampak, ditakutkan juga ketergantungan terhadap pihak asing kian bertambah. Faktor berikutnya adalah soal manajemen pengelolaan energi nuklir. Persiapan-persiapan perlu dilakukan, termasuk menyiapkan spesifikasi serta badan pengelolanya.
Selama ini banyak persepsi keliru tentang pemanfaatan tenaga nuklir. Dampak psikologis dan traumatis dari kasus-kasus yang terjadi di beberapa negara pada masa lalu telah menimbulkan reaksi kurang responsif terhadap upaya-upaya pengembangan tenaga nuklir. Ini merupakan tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah.