Kita mungkin tak sadar kalau tubuh kita adalah sebuah mesin super canggih yang belum bisa ditandingi oleh mesin manapun. Ya, mesin ini terdiri dari mesin-mesin mikro yang sangat banyak. Ia mampu memproduksi sesuatu yang menopang hidup kita sendiri, berjalan dengan sangat efektif, sangat efisien, terintegrasi satu sama lain, mampu membedakan apa yang harus diproduksi dan apa yang tidak, tahu kapan harus bekerja dan kapan beristirahat, ada sistem pengendalian mutu (quality control) dan jaminan mutu (quality assurance), benar-benar canggih.
Mesin itu jumlahnya amat banyak, ada di dalam setiap sel tubuh kita. Mereka memproduksi zat yang super penting yaitu protein, dengan DNA sebagai buku resepnya (blueprint ). Protein inilah yang sesungguhnya menjalankan banyak sekali fungsi kehidupan. Melalui protein lah gen-gen dalam tubuh kita menentukan hampir segala sesuatu tentang tubuh kita, misalnya apa warna rambut kita, bagaimana kita memproses makanan dalam tubuh atau seberapa tahan kita terhadap suatu penyakit. Jadi terbayang kan betapa canggihnya mesin dalam tubuh kita?
Sekilas Protein
Protein adalah molekul yang sangat besar dan kompleks, ia berupa polimer yang tersusun atas rantai panjang molekul-molekul subunit yang dinamakan “asam amino”. Ada 20 jenis asam amino yang menyusun protein, struktur dasar semuanya sama, tapi rantai samping (gugus R) yang berbeda-beda membuat sifat kimiawinya berbeda pula.
Seperti umumnya polimer lain seperti DNA, asam-asam amino tersusun rapi bak anak tasbih berjejer membentuk tasbih. Asam-asam amino tersusun satu per satu membentuk rantai lurus protein dengan keteraturan tertentu. Namun yang unik dari protein ini adalah bentuk tiga dimensinya yang tidak lurus seperti tali, melainkan berlipat-lipat, berpelintir, membentuk sebuah struktur tertentu yang khas, berbeda satu sama lain. Bahkan struktur tiga dimensi inilah yang membuat protein dapat berfungsi. Kesalahan sedikit saja protein ini melipat, maka bisa menyebabkan malfungsi bahkan penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan.
Contoh kesalahan struktur tiga dimensi ini misalnya pada penyakit Cystic Fibrosis. Penyakit ini diakibatkan sebuah protein bernama CFTR (Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator) yang gagal melipat dengan benar. Penyebabnya ’sepele’ saja, ‘hanya’ karena ada satu asam amino penyusun CFTR yang kurang (terdelesi). Namun efek tidak berfungsinya CFTR membuat ion khlorida tidak dapat melewati outer membrane pada sel, sehingga menyebabkan terbentuknya lapisan mukus yang tebal di paru-paru dan organ-organ pencernaan. Akibatnya cukup fatal karena dapat menyebabkan kematian penderitanya di usia belia. ‘Hanya’ gara-gara kurang satu asam amino.
Hingga saat ini, para ilmuwan belum dapat memprediksi struktur tiga dimensi (3D) suatu protein dengan tepat. Yang bisa dilakukan adalah mengamati struktur tiga dimensi melalui pengamatan difraksi sinar X. Prediksi baru bisa dilakukan hingga struktur sekunder saja, yaitu apakah suatu bagian tertentu protein membentuk spiral ‘alfa helix’ atau lembaran ‘beta sheets’, sedangkan struktur tersier (3D) masih ’samar-samar’. Padahal kalau kita dapat memprediksi struktur 3D, kita dapat mengerti atau memprediksi sifat fetonip suatu organisme.
Implikasi lain jika struktur 3D protein mampu diprediksi adalah bagi dunia medis. Dengan mampunya kita memprediksi bagaimana protein melipat di dalam sel, maka secara teoritis kita dapat merancang obat yang tepat yang dapat menghambat fungsinya melalui program komputer tanpa harus ‘bersusah payah’ dan mengeluarkan biaya besar untuk eksperimen. Kita berharap semoga para ahli structural bioinformatics mampu segera menyelesaikan masalah ini.
Bagaimana Protein Diproduksi dalam Tubuh?
Ada tiga tahap proses yang terlibat dalam produksi protein. Semuanya terjadi dengan cara yang cerdas, efektif, efisien dan super canggih. Yo kita lihat.
Replikasi DNA
Replikasi adalah proses penggandaan DNA ketika suatu sel membelah dan membentuk sel yang baru. DNA pada sel lama berfungsi sebagai cetakan (template) untuk membuat salinan DNA pada sel baru yang urutan basa A-C-G-T nya persis sama. Ini menjamin setiap sel dalam tubuh kita memiliki seperangkat resep lengkap untuk membuat protein yang dibutuhkan.
Transkripsi
Pada tahap awal produksi protein, informasi resep yang ada pada gen dikopi satu per satu (basa per basa) dari sebuah rantai DNA di dalam nukleus sel menjadi rantai RNA pembawa pesan (messenger RNA = mRNA). Rantai DNA berfungsi sebagai cetakan (template) yang akan menghasilkan mRNA komplemennya. Bedanya, basa T (thymine) pada DNA digantikan oleh U (uracil) pada mRNA, namun keduanya tetap sama-sama berkomplemen dengan A (adenine). Proses pengkopian DNA menjadi RNA ini dinamakan transkripsi.
Perlu diingat bahwa jumlah mRNA yang ditranskripsi diatur (diregulasi) oleh tubuh kita sendiri, setiap sel hanya mentranskrip gen-gen yang dibutuhkan. Sel rambut hanya mentranskrip gen-gen pengkode protein di rambut saja, begitu pula dengan sel jantung, kulit, darah, dll. Dalam transkripsi dikenal juga istilah gen yang on dan off, on artinya gen tersebut ditranskripsi menjadi mRNA, off berarti sebaliknya. Jumlah mRNA yang disintesis pun tidak sembarangan, sedikit banyaknya disesuaikan dengan kebutuhan.
Translasi
mRNA hasil transkripsi kemudian dikeluarkan menuju sitoplasma sehingga bisa diproses lebih lanjut oleh suatu organel sel yang bernama ribosom. Ribosom akan membaca urutan basa RNA dan menterjemahkannya (translate ) menjadi urutan asam amino tertentu sesuai dengan resep yang dibawa mRNA. Di sinilah asam-asam amino itu dirakit sesuai urutan yang diresepkan gen (DNA) dan kemudian melipat membentuk struktur tiga dimensi yang fungsional.
Anda dapat melihat video proses Replikasi, Transkripsi dan Translasi di sini.
Central Dogma
Tiga langkah proses di atas dinamakan “Central Dogma” dan bisa dikatakan sebagai tulang punggung Biologi Molekular. Ini semua sudah direncanakan alam dan masing-masing ada kegunaannya sendiri-sendiri.
Coba perhatikan ketiga proses di atas, replikasi menjamin resep tubuh kita (DNA) tetap terjaga utuh di setiap sel. Transkripsi melibatkan RNA pembawa pesan (mRNA) yang mana sekaligus melindungi “otak” seluruh sistem ini –yaitu DNA– dari kerusakan, mengingat sintesis protein terjadi di sitoplasma yang penuh dengan bahan-bahan kimia, maka kalaupun terjadi kerusakan pada mRNA, DNA sebagai resep utama masih tetap utuh terjaga. Akhirnya, mRNA hasil transkripsi diterjemahkan (translasi) menjadi protein sebagai ‘pekerja’ bagi tubuh kita. Protein yang disintesis terkait langsung dengan regulasi ketika transkripsi, jadi protein apa saja yang disintesis dan berapa jumlahnya amat sangat teratur, tidak boleh ada istilah kekurangan atau kelebihan.
Tiga langkah yang terlihat sederhana, simple namun ternyata amat rumit dan canggih dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa bergunanya bagi kehidupan. Ya, semuanya ada dalam tubuh kita sendiri.