Donald Trump, seperti diperkirakan, memenuhi janji kampanyenya dan mayoritas pemimpin dunia pun meradang.
Presiden Amerika Serikat tersebut, Kamis (7/11/2017) dini hari WIB, resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memerintahkan Kedutaan Besar AS di negara tersebut untuk segera bersiap pindah dari Tel Aviv ke Yerusalem.
AS menjadi negara pertama yang resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Warga Palestina di Kota Gaza, Rabu (6/12/2017), membakar bendera Israel dan Amerika Serikat dalam sebuah demonstrasi terhadap niat Amerika Serikat memindahkan kedubes mereka ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
© Mohammed Salem /Antara Foto/Reuters
"Saya telah menentukan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," tegas Trump dalam pidatonya di Washington, seperti dikutip Aljazeera.
Langkah yang diambilnya tersebut berbeda dengan presiden-presiden AS sebelumnya yang enggan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu berdiri pada 1948.
Memindahkan kedubes di Israel adalah salah satu janji kampanye Trump pada 2016 kepada kelompok Yahudi AS yang amat pro-Israel, termasuk raja kasino Sheldon Adelson, yang menyumbang US $25 juta pada sebuah komite politik yang mendukung Trump pada masa kampanye presiden.
Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah sebuah kenyataan dan pengelakkan fakta tersebut selama beberapa dekade ini tidak juga membantu menyelesaikan pertikaian panjang antara bangsa Israel dan Palestina.
"Akan menjadi sebuah kebodohan untuk berasumsi bahwa mengulangi formula yang sama akan menghasilkan sesuatu yang berbeda atau lebih baik," kata pria berusia 71 tahun itu, dinukil The New York Times.
Pengakuan terhadap Yerusalem, menurut Trump, justru merupakan langkah maju dalam proses menuju perdamaian.
Namun ia menyatakan tidak mengambil posisi apapun dalam status akhir kota tersebut, pun dalam isu mengenai perbatasan. Selain itu, lanjutnya, AS juga masih ingin menjadi negosiator perdamaian di kawasan yang panas tersebut.
AS, menurut Trump, akan mendukung solusi dua negara jika disetujui oleh kedua belah pihak.
"Tentu saja akan ada ketidaksetujuan dan penolakan terhadap pengumuman ini," kata sang presiden. Ia berharap semua tenang agar moderasi bisa berjalan dan agar suara toleransi bisa mengatasi para "penyulut kebencian".
Presiden AS Donald J. Trump di Gedung Putih, Washington, Rabu (6/12/2017), menandatangani dokumen pernyataan formal pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.© Jim Lo Scalzo /EPA-EFE
Trump juga menyatakan akan "melakukan segalanya" sesuai dengan kewenangannya untuk membantu mewujudkan perdamaian antara bangsa Israel dan Palestina.
Akan tetapi, Saeb Erekat, ketua tim negosiasi Palestina, mengatakan melalui keputusan tersebut Trump justru telah "menghancurkan semua kemungkinan terwujudnya perdamaian" dan "mendorong kawasan ini pada kekacauan dan kekerasan".
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa kota itu adalah "ibu kota abadi negara Palestina". Keputusan Trump, menurut Abbas, "patut disesalkan" dan AS kini tak bisa lagi menjadi makelar perdamaian.
Gelombang protes melalui aksi unjuk rasa pun merebak di Palestina dan beberapa negara lainnya, termasuk Mesir dan Turki, seperti dikabarkan Independent.
Fatah, Hamas, dan faksi Palestina lainnya telah menyerukan pemogokan massal pada Kamis (7/12). Mereka mendorong warga Tepi Barat dan Gaza untuk demonstrasi ke setiap kota.
Hamas menyatakan keputusan Trump akan "membuka gerbang neraka", sementara Islamic Jihad menyebutnya sebuah "deklarasi perang".
Indonesia dan dunia mengecam
Mayoritas pemimpin dunia pun tak setuju dengan keputusan pemerintah AS yang dianggap terlalu pro-Israel sehingga membahayakan upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Presiden Republik Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo, termasuk yang mengecam keputusan Trump dan menyebutnya "melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB, yang di sana AS merupakan salah satu anggota tetap, juga Majelis Umum PBB."
Keputusan tersebut, sambung Jokowi, bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia.
"Saya, rakyat Indonesia, kita semua, akan terus bersama rakyat Palestina dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Palestina," tandas Jokowi, dikutip BBC Indonesia.
Ia menyatakan pemerintah Indonesia telah berkomunikasi dengan negara-negara anggota OKI untuk mengadakan sidang khusus membahas pengakuan sepihak AS ini. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) OKI akan berlangsung di Istanbul, Turki, pada 13 Desember.
Selain itu, Presiden Indonesia juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera bersidang menyikapi tindakan AS.
Menurut BBC, delapan dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB saat ini--Prancis, Bolivia, Mesir, Italia, Senegal, Swedia, Inggris, dan Uruguay--telah meminta segera dilakukannya rapat darurat. Rapat tersebut dijadwalkan berlangsung Jumat (8/12).
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menunjukkan syal bergambar bendera Palestina dan Indonesia di sela acara Bali Democracy Forum Ke- 10 di Indonesia Convention Exebation (ICE) Serpong, Banten Kamis (7/12). Pemerintah Indonesia mengecam keras pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai Ibu kota Israel.
© Muhammad Iqbal /Antara Foto
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan kecaman Indonesia terhadap keputusan AS tersebut.
"Kami mengecam pengakuan ini, demokrasi berarti menghormati hukum internasional. Jadi pengakuan tersebut tidak menghormati berbagai resolusi Dewan PBB," kata Retno, dikutip Tempo.co.
"Sebagai negara demokrasi, Amerika seharusnya tahu apa arti demokrasi," tegas menteri yang mengenakan syal bergambar bendera Palestina dan Indonesia saat menghadiri acara Bali Democracy Forum Ke- 10 di Serpong, Banten, Kamis (7/12).
Berikut ini tanggapan beberapa pihak atas keputusan AS tersebut:
- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, "Sejak hari pertama menjabat Sekjen PBB, saya konsisten menentang tindakan sepihak yang bisa membahayakan prospek perdamaian bangsa Israel dan Palestina."
- Kerajaan Arab Saudi dalam pernyataan resminya menyatakan: "Gerakan AS merepresentasikan penurunan yang signifikan dalam usaha mendorong proses perdamaian dan merupakan pelanggaran sejarah posisi Amerika yang netral terhadap pendudukan Yerusalem."
- Kementerian Luar Negeri Turki merilis pernyataan berbunyi, "Kami mengutuk pernyataan tak bertanggung jawab pemerintah AS ... yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel."
- Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan keputusan AS tersebut, "tak membantu terciptanya prospek perdamaian di kawasan tersebut."
- Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan, "Pemerintah Jerman tidak mendukung posisi ini karena status Yerusalem harus diselesaikan dalam kerangka solusi dua negara."