Jakarta, (puterariau.com)
Akibat kebohongan yang terus menerus dilakukan oleh kubu Romi secara masif, banyak pihak yang telah bahkan percaya. Diutus Dirjen Polpum Kemendagri melakukan edaran pencairan dana Banpol kepada Kubu Romi dengan alasan status hukum sengketa PPP telah ‘incracht’.
Hal ini sangat disayangkan karena Dirjen Polpum tidak dapat menahan dan memahami kondisi terkini atas sengketa PPP yang faktanya masih naik kasasi di MA jadi dipastikan sengketa PPP itu belum berkekuatan hukum tetap.
Fakta belum incrachtnya status hukum PPP ini diperkuat dengan dikeluarkannya surat dari Kemenkumham No.AHU.4.AH.11.01-48 yang intinya menyampaikan bahwa sengketa PPP hingga per tanggal 3 Agustus 2017 belum ‘incracht’, sehingga PPP dianggap status quo. Dengan demikian tidak boleh ada proses pengalihan aset, PAW anggota legislatif dan lainnya.
Hal ini disampaikan Luthfi Amin, Koordinator Presidium Forum Studi Lintas (FOSIL) di Jakarta pada hari Selasa (8/8/2017).
“PPP Muktamar Jakarta telah membuat perlawanan hukum dan menyatakan kasasi atas putusan PTTUN. Dengan sendirinya status PPP belum berkekuatan hukum tetap. Klaim Romi bahwa status PPP telah incracht itu jelas membohongi publik. Perilaku politik yang tidak beretika seperti ini harus dihindarkan. Dikhawatirkan ada pihak lain yang melaporkan sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan,” ucap Luthfi.
“Ketidakcermatan Dirjen Polpum yang mengeluarkan edaran pencairan dana Banpol dengan alasan PPP telah ‘incracht’ bisa dikategorikan pidana korupsi,” tandas Luthfi.
“Untung saja Kemenkumham cepat tanggap dengan mengeluarkan surat pemberitahuan bahwa hingga saat ini status PPP belum berkekuatan hukum tetap. Apabila dana Banpol sudah terlanjur dicairkan, maka akan banyak kader PPP yang masuk penjara akibat ketidakcermatan Dirjen Polpum Kemendagri tersebut”, ujar pengamat TUN jebolan Unibraw ini.
“Saya menyarankan agar Dirjen Polpum segera merevisi surat edaran pencairan Banpol ke kubu Romi seiring dengan adanya surat pemberitahuan dari Kemenkumham tersebut. Agar tidak menjadi ‘jebakan betmen’ dalam tindak pidana korupsi”, pungkas Luthfi Amin.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Arif Sahudi merupakan bentuk ketidakpercayaan diri partai yang dipimpin oleh kubu Romahurmuziy (Romy) tersebut.
Hal itu, kata dia, akibat selama ini kubu PPP tidak memiliki legalitas yang jelas, lalu juga tidak ada kader kader di setiap daerah, jadi hanya di tingkat atas saja.
“Semua partai butuh uang, cuma PPP kubu Romy kepengen dia bisa dari pemerintah PPP Romy rupanya ingin cari ini,” jelas dia saat dihubungi wartawan, Senin (7/8).
Tidak hanya itu, lanjut dia, ketidakpercayaan kubu Romy juga karena PPP muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz, telah mengantongi Putusan MA 601 dan MA 504 yang berkekuatan hukum tetap.
“Kan aneh kenapa yang diperjuangkan bantuan keuangannya bukan sisi legalitasnya. Hemat saya kader itu yang harus dipastikan siapa yang sah di bawah PPP itu jauh lebih baik dan penting,” tandas dia. (pr/doc.rls)
Artikel keren lainnya: