Jakarta-----
Anggota DPR RI dari Propinsi Riau, Muhammad Nasir dari Fraksi Partai Demokrat terheran-heran ketika ditawari kebun sawit seluas 400 hektar di Taman Nasional Teso Nilo Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau baru-baru ini. Hal itu terjadi ketika ia sedang melakukan pengawasan di kawasan Tesso Nilo.
Ungkapan Nasir tersebut disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pada saat rapat kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR RI Jakarta Senin lalu (12/6/2017).
Ia merasa tercengang oleh ulah aparat di Riau yang menggunakan senjata standar telah berbuat sewenang-wenang di Taman Nasional Teso Nilo dengan tanpa pandang orang lagi dalam melakukan aksinya.
"Dengan membiarkan penegakan hukum tidak jalan di lapangan. Seharusnya parameternya dapat diukur : siapa dibui, siapa didenda dan berapa pemasukan untuk negara," katanya.
Pemerintah harus belajar dari kasus hutan di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara, karena dijaga aparat bersenjata, ratusan hektar hutan malah sekarang semakin gundul tanpa berbekas. Ironisnya, anggota Komisi IV yang datang ke lokasi dilarang oleh aparat bersenjata untuk masuk ke lokasi," ungkapnya. Tentu ini menjadi pertanyaan ada apa sebenarnya di Riau ? Kenapa banyak yang ingin 'main' di Riau hanya mencari keuntungan ? Apa karena tidak ada tokoh Riau yang keras dan tegas, sehingga hal ini bisa terjadi, wallahu 'alam.
"Aparat yang di-backup senjata "pindah" di Teso Nilo, Riau. Saya selaku anggota DPR RI yang sedang melakukan pengawasan. Saya sampai ditawari bisa memiliki kebun sawit 400 hektar (agar tutup mulut-red)," katanya.
Anehnya, entah salah siapa di Riau, Perusahaan bubur kertas malah lebih dahulu dapat kebun di lokasi Tesso Nilo seluas 6.000 hektar itu dengan tanpa izin. "Untuk diketahui, walaupun Pemerintah telah melakukan moratorium. Tapi tak ada tindakan dari penegak hukum, tegasnya.
Lemahnya tokoh dan masyarakat Riau selama ini membuat orang luar, pihak asing dan oknum-oknum seenaknya saja memiliki hutan dan lahan Riau. Mungkin selama ini masyarakat Riau jarang yang berkomentar sehingga, seenaknya saja alam Riau dikuasai. (Erwin Kurai)