Alkohol dan asam mineral tercatat sebagai penemuan terpenting dalam bidang kimia pada era keemasan Islam. Sejarawan sains Barat mengklaim kedua senyawa itu ditemukan ilmuwan Eropa pada abad ke-12 M. Mereka mengaku bahwa catatan pertama mengenai distilasi anggur pertama kali ditulis Adelard dari Bath dalam Mappae Clavicula sebuah risalah pengolahan pigmen.
Klaim itu sungguh sangat tak berdasar. Menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology An Illustrated History, asal mula penemuan alkohol atau alkanol istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dan terikat padaatom karbon berakar dari penemuan distilasi (penyulingan).
‘’Sedangkan, seni distilasi telah dihasilkan peradaban Arab (Muslim) sejak dahulu kala,’‘ ujar al-Hassan dan Hill. Para sejarawan pun menyimpulkan bahwa alkohol merupakan penemuan para kimiawan Muslim di era kejayaan. Lalu, bagaimana dengan klaim Barat soal Adelard sebagai pencetus alkohol? Ternyata, Adelard adalah seorang tabib di Salerno yang menerjemahkan bukubuku Arab ke dalam bahasa Latin.
‘’Jelaslah bahwa Mappae Clavicula ditulis Adelard di bawah pengaruh bangsa Arab,’‘ ungkap al-Hassan. Alkohol ternyata sudah ditemukan para kimiawan Islam yang menguasai proses menyuling sejak abad ke-8 M. Senyawa ini merupakan salah satu penemuan terpenting sarjana Muslim dalam bidang kimia pada era keemasan Islam.
Distilasi tercatat sebagai bagian terpenting dalam teknologi kimia Islam yang telah dimanfaatkan para kimiawan Muslim untuk pembuatan obat-obatan dalam skala besar industri farmasi. Sejak adanya distilasi, banyak orang Muslim yang menguasai teknik penyulingan. Mereka bisa menghasilkan berbagai macam zat dari proses menyuling, di antaranya alkohol dan asam mineral.
Kimiawan Muslim Jabir ibnu Hayyan (721 M - 815 M) dalam Kitab Ikhraj ma fi al-quwwa ila al-fi `l ayyan sudah mampu menjelaskan teknik pendinginan yang diterapkan ke penyulingan alkohol. Ia juga sudah menjelaskan secara gamblang sifat alkohol. Sifat alkohol dijelaskannya sebagai berikut, ‘’Dan, api yang menyala di mulut botol (disebabkan oleh) ... anggur mendidih dan garam. Dan, hal serupa dengan berbagai sifat baik yang tadinya dianggap kurang berguna, merupakan arti penting ilmu ini.’‘
Menurut al-Hassan dan Hill, sifat alkohol yang mudah terbakar (dari penyulingan anggur) telah dimanfaatkansecara luas sejak masa Jabir. Pemanfaatan sifat alkohol itu terus dikembangkan dari waktu ke waktu, sampai ditemukan berbagai aplikasi ramuan di dunia militer Arab dan risalah-risalah kimia pada abad ke-12 dan ke-13 M.
Setelah itu, banyak kimiawan Muslim yang menjelaskan proses menyuling anggur dengan menggunakan alat khusus. Dalam kitabnya bertajuk Kitab al-Taraffuq fi al-‘itr (Kimia Parfum dan Distilasi), kimiawan Muslim kenamaan, al-Kindi (260 H/873 M) mengungkapkan, ‘’Dengan cara yang sama, seseorang dapat mendistilasi anggur menggunakan penangas air, yang menghasilkan cairan dengan warna seperti air mawar.’‘
Ilmuwan lain, seperti al-Farabi (265 H/878 M, 339 H/950 M) secara khusus menambahkan belerang dalam penyulingan anggur. Penambahan belerang itu ditemukan dalam buah karya al-Farabi yang ditulis sekitar abad ke-10 M. Sedangkan, Abu al-Qasim al-Zahrawi (404 H/1013 M) telah berhasil menyuling cuka menggunakan alat yang juga dipakai untuk menyuling air mawar.
Menurut Abulcasis begitu ia akrab disapa di Barat anggur pun dapat didistilasi dengan cara yang sama pula. Kimiawan Muslim lainnya, Ibnu Badis(453 H/1061 M) dalam kitabnya bertajuk Kitab ‘Umdat Al-Kuttab (Buku Penunjang bagi Para Penulis) menjelaskan, proses melumatkan atau menghancurkan serbuk perak dengan anggur hasil penyulingan. Hasilnya berupa tinta perak.
Fakta itu menunjukkan bahwa para ilmuwan Muslim telah berhasil menemukan alkohol dan digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti untuk militer, pembuatan tinta, kedokteran, farmasi, dan beragam kegunaan lainnya. Syeikh al-Qaradawi dalam fatwanya menghalalkan penggunaan 0,5 persen alkohol. Artinya, kadar maksimal alkohol yang masih bisa ditoleransi dalam suatu obat atau makanan mencapai 0,5 persen.
Istilah alkohol
Kata ‘alkohol’ hampir bisa dipastikan berasal dari bahasa Arab. Namun, etimologi tepat adalah tidak jelas. ‘Al’ adalah bahasa Arab artinya artikel. Namun, ada bagian lain yang memungkinkan berasal dari kata al-ku’l, nama sebuah awal substansi penyulingan atau mungkin dari algawl, yang berarti ‘roh’ atau ‘iblis’. Dan, serupa dengan liquors yang disebut ‘roh’ dalam bahasa Inggris.
Alkohol disebut oleh ahli kimia Arab seperti Ibnu Badis pada abad ke-11 M, khamar (penyulingan anggur). Untuk saat ini, kata penyulingan anggur di Arab dikenal araq yang berarti penuh keringat. Maksud dari penuh keringat di sini, dilihat dari tetesan naik dari uap anggur yang mengembun di sisi labu yang mirip dengan tetes keringat. Karya ini dapat ditemukan dalam risalah ilmu kimia karya kimiawan Muslim.
Kata araq juga digunakan Jabir Ibnu Hayyan dalam kitabnya bertajuk Al-Jumal al-`Ishrin (The Book of Twenty Articles). Ia mengatakan dalam pasal ke13, tentang bahan-bahan yang digunakan dalam penyulingan harus sedikit kering setelah digiling. Ini untuk menghindari (pembentukan) dari araq. Karena, jika araq membentuk, kuantitas dari sulingan akan lebih kecil dibandingkan jika araq tidak dibentuk.
Pada abad ke-14 M, alkohol telah diekspor dari negeri-negeri Arab Mediterania ke Eropa. Sejarawan Pegolotti mengungkapkan, ekspor alkohol dan air mawar meningkat tajam saat itu. Pada abad itu pula, teknik penyulingan anggur telah ditransfer dari dunia Islam ke Barat. Kata araq pun lalu diserap ke dalam bahasa Latin, seperti arak, araka, araki, ariki, atau arrack. Kata arak mulai digunakan bangsa Mongol di abad ke-14 M. Arak Mongol pertama kali disebutkan dalam teks Cina tahun 1330. Istilah tersebut menyebar ke sebagian besar lahan di Asia dan Mediterania Timur. desy susilawati/hri